NPM : 282213363
Kelas : 3EB25
MEMAHAMI POLA PENALARAN
Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang
mengunakan nalarnya dalam menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut
berpendapat dan dikemukakannya kepada orang lain.
Pola penalaran secara sederhana dibedakan menjadi
dua: 1) deduktif; dan 2) induktif. Pola penalaran deduktif menggunakan bentuk
bernalar deduksi. Deduksi secara etimologis berasal dari kata de dan ducere,
yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih
umum/universal. Perihal khusus tertsebut secara implisit terkadung dalam yang
lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal
ke singular atau individual.
Dalam konteks demikian terdapat prinsip, hukum,
teori, atau putusan lain yang berlaku umum suatu suatu hal, peristiwa, atau
gejala. Perhatikan contoh berikut!
1. Semua siswa-siswi kelas XII IPS SMA BAKTI NUSANTARA memperoleh predikat lulus 100 % dan memuaskan serta menduduki
peringkat empat besar dalam Unjian Nasional tahun lalu. Tetanggaku, Kevin yang anaknya agak nyleneh itu, siswa
kelas XII IPS
di sekolah itu. Maka, pastilah si Kevin lulus dengan predikat memuaskan serta baik
nilainya.
2. Semua warga RT 3 / RW 14 Kampung Suka Damai yang ikut memeriahkan
peringatan HUT ke-74
Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan berarti
memiliki sikap nasionalisme yang baik. Pamanku salah satu warga kampung itu yang juga ikut memeriahkan peringatan
HUT ke-74
Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan. Pasti,
pamanku itu sikap nasionalismenya baik.
Apabila kita cermati, kedua contoh di atas
menggunakan pola penalaran deduktif, yaitu pola penalaran yang berdasar dari
pernyataan yang bersifat umum kemudian mengkhusus. Tipe penalaran seperti ini
bermula dari suatu peryataan yang berlaku untuk semua anggota populasi dari
suatu komunitas. Berdasarkan hal ini ditariklah kesimpulan yang mengenai salah
satu individu anggota komunitas itu.
Jika menggunakan penalaran seperti ini, tidak
mungkinkah kita terjebak dalam sustu pola penyamarataan dengan generalisasi atau apriori?
Dalam konteks demikian, lebih baik bila kita memadukan pola deduktif dan
induktif, terutama kaitannya dengan kehidupan sehari-hari untuk menghdindarkan
diri dari kesalahan nalar yang bisa berakibat fatal bagi kita. Kemahiran
memadukan kedua tipe penalaran ini membawa kita ke arah penalaran yang
analistis, kritis, dan intuitif tajam. Apalagi bila hal tersebut bertumpu pada
kelengkapan dan akurasi data, fakta, evidensi, dan bukti yang akan
memperlihatkan kesahihan dan kecerdasan berpikir.
Silogisme sebagai Bentuk Hasil Penalaran Deduktif
Silogisme merupakan suatu proses penarikan
kesimpulan yang didasarkan atas pernyataan-pernyataan (proposisi-> yang
kemudian disebut premis) sebagai antesedens (pengetahuan yang sudah dipahami)
hingga akhirnya membentuk suatu kesimpulan (keputusan baru) sebagai konklusi
atau konsekuensi logis. Keputusan baru tersebut selalu berkaitan dengan
proposisi yang digunakan sebagai dasar atau dikemukakan sebelumnya. Oleh karena
hal tersebut, perlu dipahami hal-hal teknis berkaitan dengan silogisme sehingga
penalaran kita benar dan dapat diterima nalar.
Sehubungan
dengan hal tersebut perlu diperhatikan konsep-konsep berikut ini.
1. Pernyataan pertama dalam silogisme disebut premis
mayor, sedangkan pernyatan kedua disebut premis minor.
2. Dalam silogisme hanya terdapat tiga
term(batasan), yaitu term I=>predikat dalam premis mayor (B), term II=>
predikat dalam premis minor (C), dan term III/antara, yaitu term yang
menghubungkan antara premis mayor dan premis minor (A)
3. Dalam sebuah silogisme hanya ada tiga proposisi,
yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
4. Bila kedua premis negatis tidak dapat ditarik
kesimpulan
5. Bila salah satu premisnya negatif, tidak dapat
ditarik kesimpulan yang sahih.
6. Bila salah satu premis partikular, kesimpulan
tidak sahih.
7. Kedua premis tidak boleh partikular
8. Rumus:
PM (premis mayor) : A = B
Pm (premis minor) : C = A
Kesimpulan : C = B
Macam-Macam Silogisme
Silogisme dapat dibedakan menjadi tiga: 1) silogisme
kategorial; 2) silogisme hipotetis; dan 3) silogisme alternatif. Namun, bisa
juga dibedakan menjadi dua yang lain: 1) silogisme kategorial; dan 2) silogisme
tersusun. Perhatikan pembahasan berikut!
1. Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi
premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam
kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam
kesimpulan disebut premis minor.
Contoh :
Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui
anaknya. Kerbau termasuk mamalia. Jadi, kerbau binatang yang melahirkan dan
menyusui anaknya.
*Yang
perlu dicermati adalah, bahwa pola penalaran tersebut dalam kehidupan
sehar-hari kita tidak demikian nampak, entah di realita pembicaraan
sehari-hari, lewat surat kabar, majalah, tabloid, radio, televisi, dan
lain-lain. Oleh sebab itu, dalam menyimak atau mendengarkan atau menerima
pendapat seseorang, kita perlu berpikir kritis melihat dasar-dasar pemikiran
yang digunakan sehingga kita dapat menilai seberapa tingkat kualitas kesahihan
pendapat itu.
Dalam hal seperti ini
kita perlu menenentukan:
1) kesimpulan apa yang disampaikan; 2) mencari dasar-dasar atau alasan yang
dikemukakan sebagai premis-premisnya; dan 3) menyusun ulang silogisme yang
digunakannya; kemudian melihat kesahihannya berdasarkan ketentuan hukum
silogisme.
Berdasarkan hal
tersebut tentu saja kita akan mampu melihat setiap argumen, pendapat, alasan,
atau gagasan yang kita baca atau dengar. Dengan demikian, secara kritis kita
mengembangkan sikap berpikir ke arah yang cerdik, pintar, arif, dan tidak
menerima begitu saja kebenaran/opini yang dikemukakan pihak lain. Berdasarkan
hal inilah akhirnya kita mampu menerima, meluruskan, menyanggah, atau menolak
suatu pendapat yang kita terima.
2. Silogisme Tersusun
Dalam praktik kehidupan sehari-hari bentuk dilogisme
di atas (kategorial) sering tidak diikuti sebagaimana mestinya, melainkan
diambil jalanh pintas demi lancar dan ceparnya komunikasi antarpihak. Berikut
ini bentuk-bentuk yang dimaksud, yang sebenarnya merupakan perluasan atau
penyingkatan silogisme kategorial. Silogisme ini dapat dibedakan dalam tiga
golongan: 1) epikherema; 2) entimem; dan 3) sorites
2.1 Epikherema
Epikherema merupakan jabaran dari silogisme
kategorial yang diperluas dengan jalan memperluas salah satu premisnya atau
keduanya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan menambahkan keterangan sebab:
penjelasan sebab terjadinya, keterangan waktu, maupun pembuktian keberadaannya.
Perhatikan contoh berikut:
1.
Semua pahlawan bersifat mulia sebab
mereka selalu memperjuangkan hak miliki bersama dengan menomorduakan
kepentingan pribadinya. Sultan Mahmud Badaruddin adalah pahlawan. Jadi, Sultan
Mahmud Badaruddin itu mulia.
2.
Semua orang nasionalis adalah pejuang
sebab mereka senantiasa bekerja tanpa kehnedak serta tidak mengkhalalkan segala
cara. Di dalamnya, setiap kegiatan dan keterlibatan mereka yakini bahwa Tuhan
juga terlibat. Itulah sebabnya mereka menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
, keadilan, kebersamaan, dan keberbedaan. Bung Tomo adalah seorang nasionalis.
Maka, ia seorang pejuang sejati.
*Dari
kedua contoh di atasterlihat bahwa ada bagian (premis) tertentu yang diperluas
dengan menambahkan keterangan, alasan, bukti, dan penjelasan sebagai pelengkap
premis mayor. Pola silogiistisnya tetap. Hanya saja jumlah keterangan atau
atribut yang memperkuat tak terbatas, asalkan memperkuat, mempertegas, dan
memperjelas premisnya.
Semua siswa yang rajin belajar dengan teratur,
tekun, terencana, dan mempeunyai sistem manajemen yang baik tentu akan berhasil
dalam hidupnya di masa depan. Dalanm klasifikasi seperti ini, mereka senantiasa
mempersiapkan diri demi memahami dan mengerti ilmu yang dipelajarainya, tidak
mesti harus menunggu belajar karena ada ulangan. Belajar, bagi mereka, bukan
sebatas tahu dan hafal, bukan untuk memperoleh angka yang dicapai dalam
ulangan. Mereka belajar secara rutin sebagai bentuk tanggung jawabnya menjawab
tantangan masa depan dengan jalan memiliki jadwal pribadi yang tersusun tanpa
paksaan dari siapa pun. Mereka belajar sampai tahap menganalisis urgensitas
bidang studi, baik untuk hidup sekarang maupun yang akan datrang.
Bagi mereka tiada hari tanpa belajar, tiada hari
tanpa prestasi, dan dijadikannya sebagai pegangan hidup. Ardi adalah siswa yang
selalu belajar dengan tekun, teratur, rapi, dan terencana. Maka, tentulah masa
depan hidupnya pasti baik.
2.2 Entimem
Entimem merupakan bentuk singkat silogisme dengan
jalan mengubah format yang disederhanakan, tanpa menampilkan premis mayor.
Bentuk silogisme ini bisa dimunculkan dalam dua cara: 1) C=B karena C=A, dan 2)
Karena C=A, berarti C=B. Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format
yang lebih detil bagian per bagian yang akan memperbannyak gagasan dan konsep.
Hubungan logis memegang peran utama dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya
entimem dimulai dari kesimpulan; hanya saja ada alternatif mengemukakan sebab
untuk sampai kepada kesimpulan.
Contoh:
1. Imey memang siswa yang amat baik masa depannya
sebab ia bersekolah di SMA Bina Kerangka.
2. Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari
Hollywood?
3. Temanku sebangku itu amat pintar. Ia memang
dilahirkan dalam shio macan.
*Bila
kita cermati, ketiga contoh tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya.
Setelah mengembalikan rangkaian silogismenya, kita lihat validitas-validitas
premis, terutama premis mayor sebagao dasar bernalar, serta akurasi premis
minornya, untuk menarik kesimpulan.
2.3 Sorites
Silogisme tipe ini sangat cocok untuk bentuk-bentuk
tulisan atau pembicaran yang bernuansa persuasif. Silogisme tipe ini
didukung oleh lebih dari tiga premis, bergantung pada topik yang dikemukakan
serta arah pembiahasan yang dihubung-hubungkan demikian rupa sehingga predikat
premis peretama menjadi subjek premis kedua, predikat premis kedua menjadi
subjek pada presmis ketiga, predikat premis kedua menjadi subjek poada premis
keempat, dan seterusnya, hingga akhirnya sampailah pada kesimpulan yang diambil
dari subjek premis pertama dan predikat premis terakhir.
Pola yang digunakan sebagai berikut:
S 1…………………………………………P 1
S2 …………………………………………P2
S3……………………….…………………P3, dst.
Kesimpulan: S1 ………………………………P3
Sumber :
http://penalaran-dalam-karangan.blogspot.co.id/